Selasa, 17 Maret 2009

Refleksi Pendahuluan Filsafat

Filsafat, berasal dari bahasa Yunani, philosophia, “love of wisdom” yang berarti mencintai kebijaksanaan. Mencintai di sini bukan berarti mencintai secara pasif, tetapi sebaliknya, secara pro-reaktif, karena pada hakikatnya, berfilsafat berarti berusaha untuk mencari kebijaksanaan.
Filsafat merupakan pertemuan antara mitos dan logos. Hidupku adalah kemenangan logosku. Filsafat juga merupakan wacana berkelanjutan, tidak pernah berhenti, tiada berujung tiada pula berakhir. Berangkat dari kegilaan atas kebenaran. Kegilaan terhadap tujuan kebahagiaan. Berangkat dari kekosongan menuju keberisian. Berangkat dari kepenuhan menuju kelangkaan. Berjalan dalam kelurusan tapi tidak mandeg dalam kebelokan. Tertawa dalam keseriusan tapi sekaligus sungguh dalam tawa girang. Berbaring dalam ketegakan, berdiri dalam keterdataran..........berjalan menuju kebenaran yang tak pernah mengenal istilah titik. Awal dari filsafat adalah ‘pertanyaan’, Manusia tidak lah memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan pertanyaan “bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan”. Filsafat adalah olah pikir. Dalam filsafat jelas berarti sudah berhenti berusaha dan berupaya. Di awal pembelajaran filsafat diperoleh kejelasan tapi di akhir diperoleh ketidakjelasan. Filsafat adalah pikiran, pikiran adalah aku, aku adalah filsafat.
Sakit dalam konteks filsafat, tergantung dengan cara pendefinisian. Misalnya : seseorang diberi tugas untuk menyampaikan pesan, namun ia lupa maka ia dalam filasafat disebut sakit(karena normalnya pesannya tsb diasampaikan). Lupa dalam filsafat berarti tidak sadar dalam ruang dan waktu. Filsafat bersifat lembut sehingga dapat menembus jiwa, urat nadi,dst.
Hermeneutika adalah dewa pembisik, menyampaikan bisikan Tuhan kepada manusia, dalam Islam disebut sebagai nabi Idris. Hermeneutika dalam filsafat adalah paham ruang dan waktu. Hidup adalah menejemahkan dan diterjemahkan. Bersinergi dengan lingkungan, manusia, dst.
Tiga aliran besar dalam filsafat :
1. Hakekat
2. Metode Filsafat menentukan metode dan logikanya sendiri. Setiap aliran filsafat mempunyai kemandirian dalam bidang ilmiahnya. Kemandirian itu menyebabkan bahwa filsafat menjelaskan, mempertanggungjawabkan dan membela metode yang dipakainya. Metode yang di gunakan empirisme, rasionalisme, fenomenologi, intuisionisme
3. Manfaat
Objek dalam filsafat dipaparkan dalam landasan ontologi. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Salah satu filsuf yang dikenal dengan karya-karyanya adalah René Descartes. Ia dikenal sebagai seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah:
"Aku berpikir maka aku ada". (dalam bahasa inggris : I think, therefore I am)
Di dalam sejarah para filsuf dan psikolog seringkali berbicara tentang “problematika kesadaran” (the problem of consciousness), seolah problem kesadaran merupakan problem yang sudah jelas pemetaannya. Descartes, seorang filsuf modern asal Prancis, berupaya menanggapi problem itu dengan merumuskan pendapatnya sendiri. Ia berpendapat bahwa pikiran manusia merupakan entitas yang lebih tinggi tingkatannya dari pada tubuh. Pikiran mempunyai prioritas atas tubuh.. Argumen Descartes banyak dikenal sebagai teori tentang dualisme tubuh dan jiwa. Dengan demikian kesadaran adalah bagian dari kondisi internal manusia yang harus dibedakan dengan kondisi fisiknya. Dengan menolak behaviorisme teori identitas menjadi alternatif memandang relasi antara kesadaran, tubuh, dan dunia luar. Kesadaran dapatlah dipandang sebagai penghubung antara stimulus yang diterima oleh seseorang, dan respons yang diberikannya. Inilah paham tentang kesadaran di dalam teori identitas, yang menjadi alternatif dari dualisme dan behaviorisme.
SUMBER :
file:///D:/filsafat/apa%20filsafat.htm
file:///D:/filsafat/manfaat%20filsafat.htm
file:///D:/filsafat/metode%20filsafat.html
file:///D:/filsafat/kesadaran.htm
file:///D:/filsafat/objek.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar